Selasa, 31 Desember 2013 | By: Unknown

Duka Cita Di Awal Tahun

Awal tahun 2014 menjadi hari duka cita bagi saya dan mungkin sebgian manusia lainnya di muka Bumi ini. Yah, 1 Januari 2014 yang jatuh pada hari rabu adalah hari dimana bertepatan dengan peringatan wafatnya Rasulullah menurut penanggalan Hijriah (Qamariah). Bagi kami tak hanya hari kelahiran Rasullah yang menjadi hari yang diperingati akan tetapi hari dimana kembalinya Sang Roh agung menemui Sang Pencipta juga menjadi sebuah peristiwa penting yang tetap kami agungkan dan menjadikannya hari duka cita. Duka cita yang dilandasi dari tuntunan nurani akan keagungan roh suci itu semasa hidup di dunia fana dan sebelum lahirnya serta saat kembalinya bersama Tuhan. Duka cita tentang mangkatnya panglima agung yang  menjadi pemberi peringatan sebagai utusan suci Tuhan untuk menunjukkan jalan lurus, suci nan terang. Sungguh ini duka di awal tahun 2014. Duka yang membuat kami menolak perayaan pesta kembang api yang diiringi riuh tiupan terompet dan ledakan petasan.
Memang sangat ironi menyaksikan kehidupan manusia hari ini. Selalu ingin larut dalam riuh pesta tak peduli berapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan suatu kesenangan yang disebutnya kebahagiaan. Sementara di sisi lain mereka mengaku sebagai manusia yang beragama. Dan yang lebih ironis lagi bahwa sebagian besar yang mengaku sebagai umat islam pun turut larut dalam perayaan ini. Bahkan tidak jarang yang memfasilitasi dan sukarela mengeluarkan dana untuk menyukseskan acara perayaan tahun baru yang menurut mereka sangat layak disemarakkan sebagai manusia yang beradab.
Lalu apa yang terjadi dengan perayaan menyambut tahun baru itu? Tentu kita semua sudah tahu bahwa budaya menyambut tahun baru di negeri ini adalah dengan mengadakan acara musik, kumpul-kumpul dan sepertinya perayaan itu sangat identik dengan peniupan terompet, ledakan petasan dan pesta kembang api. Bayangkan saja tentang berapa banyak dana yang dihabiskan selama semalam ini (malam tahun baru) hanya untuk kesenagna sesaat. Sementara, negeri kita punya utang yang belum terbayarkan, negeri kita punya begitu banyak rakyat miskin, anak yatim yang tak memiliki tampat tinggal jelas dan hidup dalam kondisi kelaparan hampir setiap harinya.
Namun, sepertinya apa yang akan dibicarakan orang seperti saya dan beberapa orang lain yang juga mencoba membincangkan hal serupa dengan saya hanya akan mendapat cibiran dari kebanyakan orang yang menganggap diri mereka mengerti akan peradaban dan menjadi manusia yang modern. Bagi mereka orang seperti saya adalah orang yang tak memahami peradaban dan tak mengerti akan modernisasi. Yah orang seperti saya menjadi aneh dalam kehidupan ini menurut pandangan mereka.Karena saya adalah orang yang menyebalkan yang lebih memilih menlewati pergantian tahun dengan banyak menyesal dan menangis. Melewati dnengan penuh kesedihan dan duka cita lantaran di banyak tempat, banyak manusia di waktu yang sama menghabiskan banyak uang untuk merayakan tahun baru mreka untuk menyampaikan harapan dan do'a pada tahun yang akan datang. Harapan akan kehidupan mereka lebih baik. Tapi mungkin bagi mereka tak pernah benar-benar sadar untuk berharap kehidupan manusia di sekelilingnya juga ikut baik dan lebih baik. Hanya saja, di waktu yag lama sepanjang tahun terdapat banyak manusia yang beada dalam kemiskinan dan banyak anak-anak yang harus menjadi yatim dan piatu.
Pesta perayaan tahun baru dengan segala kebiasaannya yang menghabiskan banyak uang selalu saja akan menjadi awal tahun yang duka cita bagi saya. Duka cita dikarenakn betapa banyak manusia yang mengaku beragama telah mati kesadarannya untuk peduli akan betapa baiknnya jika dana yang dihabiskan untuk perayaan tahun baru itu dipergunakan untuk membantu masyarakat miskin dan menyantuni anak yatim. Betapa akan jadi mulianya kita sebagai manusia jika mampu kembali menyadari ii dan menolaklarut dalam nuansa riuh penuh gembira para penikmat kembang api dan tiupan terompet. Awal tahun yang akan selalu menyedihkan. Barangkali sebagian umat islam itu lupa dengan penggalan surat dalam kitab sucinya. Al Qur'an Surat Al Ma'un menurut saya menjadi sat dalil akan buruknya perayaan tahun baru itu. Dimana menghabiskan banyak uang untuk sesaat sementara fakir miskin dan anak yatim tak diurus. Jelas disana dikatakan bahwa "Segenap yang mendustakan agama adalah mereka yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan fakir miskin". Yah, bagi saya orang yang ikut dalam riuh perayaan pesta tahun baru telah menjadi manusia yang mendustakan agama sesuai dalil ini. Saya yakin bahwa mereka yitu telah dengan sadar atau tanpa sadar menghaburkan uang hanya untuk sesutu yang kesenangannya sesaat. Betapa mulianya menurut saya jikalau dana yang digunakan itu dikumpul dan dipergunakan untuk menyantuni yatim piatu dan memberi makan fakir miskin. Bagi saya itu lebih bermakna dan kita takkan dituduh lagi oleh Tuhan sebagai pedusta agama.
Sekarang, kemana kita hendak teriak riuh penuh gembira? sementara awal tahun ini adalah dukacita. Penh kesedihan yang telah menyayat dan melukai hati setiap manusia yang teringat akan makna penciptaannya. Karena bagi mereka yang peduli dengan hal ini, maka setiap awal tahun yang masih diwarnai dengan tiupan terompet, ledakan petasan dan pesta kembang api akan selalu menjadi duka cita di awal tahun. sehingga, bagi saya dan mungkin beberapa orang lain akan lebih memilih berada di rumah sambil merenungi setiap tragedi yang terjadi sepanjang tahun sebelumnya. Karena bagi saya, awal tahun kali ini mnjadi awal penuh duka cita. Duka cita atas peringatan wafatnya Sang Rasul suci. Kesedihan menyadari betapa banyak manusia yang telah meratapi nasibnya di tahun sebelum dan akan datang yang sepertinya memang tak pernah terang. Seperti itulah kita menyambut awal tahun ini, simbol duka cita di awal tahun.
---Bagi kita yang sadar takkan ikut merayakan pesta penyambuaan tahun baru, atau kita benar-benar memilih untuk tidak sadar---

0 komentar:

Posting Komentar