Selasa, 24 Desember 2013 | By: Unknown

Kecewa adalah Bentuk Lain Dari Cintaku, Selain Kasih dan Sayang

Hari itu saya meninggalkan rumah pagi-pagi untuk beraktifitas di kantor dan mengurus beberapa hal yang menjadi tugas kantorku. Memang hari itu aktifitasku tak seperti hari biasanya yang bisa lebih cepat sampai di rumah sepulang dari kantor. Yah, hari itu banyak yang harus saya selesaikan di kantor, menjemput berkas di rumah nasabah. Saat itu memang sudah bukan lagi waktu kantor dikarenakan saya lebih cepat pulang saat di akhir pekan. Tapi, kali itu memang saya memilih untuk menyelesaikan semuanya secepat mungkin akibat kebasaanku yang suka melupakan kerjaanku saat sedang di rumah. Akhirnya saya memilih menyelesaikan berkas yang saya jemput untuk diedit pada hari itu. Tak peduli bahwa cuca tidak sedang bersahabat. Dan saya yang memang tidak suka membawa jas hujan terus saja menembus derai hujan yang menitih saat ittu dan hasilnya adalah saya basah kuyup sampai di rumah. Yah, barangkali itu jadi hari yang melelahkan buatku baru berada di rumah sesore itu.
Mungkin bagimu tak perlu tahu bagaimana kondisi tubuhku yang kuyup itu menggigil dingin. Tapi tetap saja saya meng'iya'kan permintaanmu untuk diantarkan malam itu. Seperti itulah bagimu untukku, apapun saya lakukan selama itu tidak membunuhku, bahkan barangkali jikapun itu akan membunuhku akan tetap saya lakukan. Akhirnya saya memilih untuk segera mandi agar kondisi tubuhku tidak terlalu menggigil untuk menahan suhu dingin di luar tubuhku. Hal ini saya dapatkan dulu keika membaca bahwa untuk mengimbangi kondisi tubuh agar tidak menggigil maka kita butuh menyamakan suhu tubuh dengan suhu luar tubuh. Dan itu sedikit berhasil membuatku tak menggigil lagi.
Malam itu saya datang, mengikutimu dari belakang menuju rumah teman yang akan kamu beri kejutan padanya dikarenakan hari itu adalah pengulangan tanggal kelahirannya. Tapi, kamu tak perlu tahu tentang bagaimana kondisi saya menembus malam itu yang memang masih menyisahkan gerimis selepas hujan sore tadi. Barangkali kamupun tahu rasanya.
Tak ada yang berbeda, saya senang melakukan itu semua. Apalagi itu permintaanmu. Maka akan aku turuti selama aku bisa. Dan sayapun datang. Tapi, akhirnya setelah acara dianggap selesai kita pun akhirnya pulang dan seperti permintaanmu saya mengantarkanmu pulang. Tapi, entah apa yang terjadi? sampai saat ini pun saya belum mengetahuinya. Tiba-tiba kamu berubah menjadi begitu dingin pada saya. Tak ada canda seperti biasanya. Hanya kata sekedarnya saja untuk menuntun kita pulang dikarenakan saya tak terlalu mengenal jalan pulang. Yah, entahlah apa yang ada dibenakmu waktu itu sehingga tiba-tiba menjadi begitu dingin. Fikirku mungkin karena memang cuaca pada waktu itu yang benar-benar dingin.
Sesampai di depan rumahmu akhirnya saya menyadari bahwa itu bukan karena pengaruh cuaca. Entahlah ada apa denganmu. Dan kaupun berlalu tanpa sebuah kata, tanpa tatapan ke arahku apalagi sekedar tersenyum Tak ada, tak seperti biasanya. Jujur, sikapmu itu menjadi satu serangan telak bagiku. Sikap diam itu laksana sebuah anak panah yang meluncur cepat dari busurnya membidik tepat di jantungku. Membuatnya seakan remuk dan menyayatku. Jujur, saya kecewa dengan itu.  Kecewa dengan sikap yang kamu tunjukkan padaku. Toh, saya tak mengerti apa yang terjadi. Tapi kekecewaanku masih saja meliputiku sampai saat ini.
Barangkali bagimu tak perlu tahu tentang bagaimana kecamuk perasaanku pulang ke rumah setelah mengantarkanmu ke rumahmu. Lalu kamu hanya berlalu tanpa kata.  Tanpa isyarat yang masih saja tak kumengerti. Yah, harusnya kamu tahu malam itu saya pulang dengan menahan rasa sakitku itu. Tapi saya tetap saja mencoba melawan kekecewaanku, lantaran masih saja berfikir kalau memang malam itu cuaca begitu dingin sehingga kamu harus segera berada dalam rumah secepat mungkin agar tubuhmu cepat hangat. Benar, saya mencoba memikirkan itu lantaran saya tahu bahwa kamu tak biasa keluar malam apalagi dengan cuaca sedingin itu ditambah lagi dengan kondisi ruang terbuka. Saya sangat tahu itu. Tapi, apa yang coba kufikirkan ternyata salah. Dan masih saja tak mengerti akan semua itu. Karena fikirku, kamu akan mengirimkan pesan padaku sebelum saya sampai di rumah layaknya apa yang sering kamu lakukan untuk memastikan bahwa saya benar-benar sampai di rumah. Tapi, tak ada pesanmu malam itu. Entah apa yang terfikir olehmu sampai mengabaikan untuk menanyakan kabarku.
Malam itu saya sampai di rumah sengaja memperlambat perjalanan pulang dengan mengambil jalur yang sengaja mengantarkan keliling sejenak menyusuri dingin-dingin yang pekat malam itu. Sekedar untuk mencoba membuang rasa kecewaku yang terus berkecamuk dalam diriku. Rasa kecewa yang sepertinya sedang membakar api amarahku begitu hebatnya. Akhirnya saya sampai di rumah, dan setelah melepas sepatu sebelum sempat duduk di kursi saya langsung merogoh saku mengambil telpon genggamku untuk bisa langsung membuka pesan darimu, fikirku. Alangkah kecewanya, saat harus menyadari bahwa tak ada pesan darimu disana, tak seperti biasanya. Saya harus kembali memadamkan api yang seakan bertambah besar membakarku dengan sugesti bahwa kamu sedang sibuk mengerjakan sesuatu atau barangkali lagi mengurus nenek yang ada di rumah beberapa hari ini. Dan itu sedikit membantuku untuk menahan luapan emosionalku.
Akan tetapi, entah apa yang ada di benakmu. Tapi saya yakin kamu takkan benar-benar lupa untuk mengirimkan pesan untukku. Makanya saya menunggu pesan itu, meskipun seharusnya saya sudah seharusnya istirahat lantaran seharian tak mendapatkan istirahat seperti biasanya. Lalu, apa yang kudapati tak sesuai dengan yang kuharapkan. Telepon genggamku akhirnya benar-benar berdering, segera saya raih berharap itu telepon darimu namun kenyataannya itu adalah serangkaian nomor telepon baru yang orang disana memintaku untuk membawa materi dini hari. Jujur saya harusnya menolak permintaan itu, tapi lantaran benakku ikut berkecamuk dari emosional dan psikologisku yang tak lagi stabil. Saya benar-benar tak peduli dengan kondisi tubuhku yang menggigil malam itu dan segera saja meng"iya"kan permintaannya. Fikirku itu akan membuatku melupakan amarahku yang meluap dan menghapus kecewaku terhadap kamu. Dan tanpa fikir panjang saya langsung bersiap kemudian berlalu menembus dinginnya malam menuju hangatnya forum yang memberikanku suasana yang sedikit membuatku melupakan kecewaku. Yah, disana semua telah saya lupakan. Saya telah memadamkan amarahku dan menghapus kecewaku padamu atas kejadian malam itu.
Memang benar jika malam itu saya berhasil melupakan kecewaku dan padamkan amarahku. Setelah berdiskusi panjang lebih dari lima jam yang menyita waktu tidurku hari itu yang emang sebenarnya tak mampu untuk terlelap lantaran fikirku yang dikotori rasa kecewa dana amarah. Jadi saya rasa waktu tidurku tak terbuang sia-sia malam itu meskipun esok harinya saya harus benar-benar menerima kalau kondisi tubuhku tak mampu menahan lelah dan kondisi suhu yang membuatku demam. Tapi tak ada penyesalan buatku untuk itu. Saya tetap senang melakukannya, melakukan sesuatu yang diminta orang lain saya lakukan untuknya.
Mengakhiri ini, saya masih saja belum tahu apa sebenarnya yang ada dalam fikirmu. Bahkan sampai saat ini pun kamu masih belum menjelaskan itu pada saya. Hanya saja yang perlu kamu tahu bahwa saya sudah melupakan kecewaku dan memadamkan amarahku serta memaafkan atas rasa sakit yang mungkin tak sengaja kamu berikan untukku. Akan tetapi, bagi saya sebelum ada pesan darimu berarti kamu memilih tetap diam dan itu sama ketika malam itu kamu hanya diam dan berlalu, lalu itu rasanya teramat menyakitkan. Saya bukan tidak menerimamu dengan seperti itu, tapi perjalanan kita masihlah panjang. Jika tidak belajar dari sekarang untuk mengerti maka akan banyak rasa sakit yang kita torehkan masing-masing. Maafkanlah jika saya bersalah, tapi sampai sejauh ini saya tak mampu mengeja makna dari diammu. Namun, demikian kamu harus tahu, bahwa kekecewaan, rasa sakit, amarah dan air mata itu terlahir dari cinta yang saya miliki untukmu. Cinta yang menuntut dirinya menyatu dengan sang kekasih yang menghilangkan perih dan mencipta bahagia. Yah, itu harapan terbesar dari cinta yang saya miliki untukmu.
---Kecewa, amarah bahkan benci adalah sesuatu yang terlahir dari Cinta. Menjadi bagiannya, sebagai simbol bahwa kita peduli---

0 komentar:

Posting Komentar